Minggu, 03 April 2016

KEBIJAKAN DEVIDEN

MANAJEMEN KEUANGAN II
KEBIJAKAN DEVIDEN





KELOMPOK 6
Nama Kelompok :
1.        Fitriyatul Machfudhoh          (5130014005)
2.        Ian Rahman Primadya           (5130014013)
3.        Ajeng Rima Nur Wahidiyati (5130014016)
4.        Nur Hidayatul Mas Ula         (5230014005)


PRODI S1 MANAJEMEN DAN S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
   2016








BAB I
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN KEBIJAKAN DEVIDEN
Salah satu kebijakan deviden yang harus diambil oleh manajemen adalah laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu periode akan dibagi sebagian untuk deviden dan sebagian lagi di bagi dalam laba ditahan.
Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi Kebijakan Deviden adalah kebijakan untuk menentukan berapa laba yang harus dibayarkan (deviden) kepada pemegang saham dan berapa banyak yang harus ditanam kembali (laba ditahan).
Deviden adalah pendapatan bagi pemegang saham yang dibayarkan setiap akhir periode sesuai dengan persentasenya. Persentase dari laba yang akan dibagikan sebagai deviden kepada pemegang saham disebut sebagai Deviden Payout Ratio (DPR)
Bambang Riyanto (2001: 281) mendefinisikan kebijakan dividen sebagai “politik yang bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan (laba ditahan).
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003: 390) kebijakan dividen adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen.
Menurut Wetson dan Brigham (1990:198) kebijakan dividen adalah keputusan untuk membagikan laba atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.

B.     FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DEVIDEN
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain :
1.      Posisi likuiditas Perusahaan
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
2.      Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan, yaitu perusahaan membiayai hutang itu pada saat jatuh tempo atau menggantikan dengan jenis surat berharga yang lain. Jika keputusannya membayar hutang tesebut, maka biasanya perlu untuk menahan laba.
3.      Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk membiayai ekspansi aktivanya, perusahaan cenderung untuk menahan laba daripada membayarkannya dalam bentuk deviden.
4.      Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil sering kali dapat memperkirakan berapa besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung membayarkan “DPR” yang tinggi, daripada perusahaan yang labanya berfluktuasi. Deviden yang lebih rendah akan mebih mudah untuk dibayar apabila laba menurun pada masa yang akan datang.
C.    TEORI – TEORI KEBIJAKAN DEVIDEN
1.      Dividen irrelevance Theory (Dividen Tidak Relevan)
Beberapa kalangan berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham perusahaan maupun terhadap biaya modalnya. Jika kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan, maka hal tersebut tidak relevan.
            Pendukung dari tidak relevannya kebijakan dividen adalah Modigliani-Miller (MM). Mereka berpendapat bahwa bagaimanapun kebijakan dividen itu memang tidak mempengaruhi harga saham maupun kemakmuran pemegang saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dan asset perusahaan tersebut. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
MM menyatakan bahwa dividen tidak relevan berdasarkan asumsi-asumsi di bawah ini:
     a)    Pasar modal sempurna, di mana para investor mempunyai kesamaan informasi, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pajak.
      b)      Para investor bersifat rasional.
      c)      Semua peserta pasar bersifat price-taker.
    d)   Adanya unsur ketidakpastian bagi arus pendapatan masa datang dan para investor mempunyai informasi yang sama
    e)     Manajer dalam pengambilan keputusannya mengenai produksi dan investasinya disesuaikan dengan informasi tersebut.
     f)    Untuk memisahkan pengaruh dividen dan pengaruh leverage, maka semua perusahaan dianggap memiliki rasio D/S sama.
      g)      Perusahaan-perusahaan semestinya memiliki kelas risiko yang sama.
      h)      Perusahaan dengan produksi yang sekarang memiliki yield yang sama.

2.      Teori Bird in The Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon (1959) dan John Lintner (1956) yang berpendapat bahwa ekuitas atau nilai perusahaan akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan, karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan seandainya para investor menerima dividen. Gordon dan Lintner berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal.
MM dalam hal ini tidak setuju bahwa ekuitas atau nilai perusahaan tidak tergantung pada kebijakan dividen, yang menyiratkan bahwa investor tidak peduli antara dividen dengan keuntungan modal. MM menamakan pendapat Gordon-Lintner sebagai kekeliruan bird-in-the-hand, yakni: mendasarkan pada pemikiran bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih berharga dibandingkan seribu burung di udara. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai dividend payout ratio yang tinggi akan mempunyai nilai perusahaan yang tinggi pula.
Namun menurut pandangan MM, kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividen.

3.      Teori Preferensi Pajak
Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah dari pada yang tinggi, yaitu:
a)    Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen. Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.
b)      Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual, sehingga ada efek nilai waktu.
c)    Jika selembar saham dimiliki oleh seseorang sampai ia meninggal, sama sekali tidak ada pajak keuntungan modal yang terutang.

Karena adanya keuntungan-keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikia para investor akan mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada untuk perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.

D.    JENIS-JENIS DIVIDEN
Menurut Zaki Baridwan (1993) deviden yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:

1.      Dividen tunai (cash dividen),
yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Dividen ini yang paling umum dan banyak digunakan dalam pembagian saham.
2.      Dividen saham (stock dividen),
yaitu dividen yang dibagikan perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberian stock dividen ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retained earnings) menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal sendiri. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang tunai. Peristiwa ini dilakukan jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan. Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah. Proporsi pemilikan investor tidak mengalami perubahan.

Contoh:
PT Abadi memiliki struktur modal sebagai berikut:   
  ð  Saham biasa (nominal Rp 1000 : 3 000 000 lembar)          = Rp  3 000 000 000
  ð  Capital surplus                                                                     = Rp  1 500 000 000
  ð  Laba ditahan                                                                        = Rp  7 500 000 000
  ð  Modal sendiri                                                                      = Rp 12 000 000 000
  ð  Perusahaan menentukan stock dividend sebesar 10%.
  ð  Harga pasar saham Rp 4.000,-

Bagaimanakah komposisi modal sendiri setelah stock dividend?            
Jawab:
  ð  Stock dividend 10%
Maka ada tambahan saham sebanyak 10% x 3 000 000 = 300 000 lembar.
  ð  Stock deviden = 300 000 x Rp 4.000,- = Rp 1.200.000.000,-
ditransfer dari laba ditahan ke saham biasa dan capital surplus.         
  
a)   Nilai nominal saham tidak berubah, maka 300 000 lembar x Rp 1000 = Rp 300.000.000, ditransfer ke modal saham biasa.
b)    Sisanya Rp 1 200 000 000 – Rp 300 000 000,- = Rp 900 000 000,- dimasukkan dalam capital surplus, sehingga total modal sendiri tidak berubah.
c)      Setelah stock dividend maka komposisi modal sendiri PT Abadi :     
  ð  Saham biasa (nominal Rp 1000 ; 3 300 000 lembar)   = Rp 3 300 000 000 
  ð  Capital surplus                                                              = Rp 2 400 000 000 
  ð  Laba ditahan                                                                 = Rp 6 300 000 000 
  ð  Modal sendiri                                                               = Rp 12 000 000 000

Stock dividend meningkatkan jumlah saham yang beredar, sehingga laba per saham (EPS) akan menurun secara proporsional. Jadi para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang bertambah, tetapi mempunyai EPS yang berkurang, sehingga proporsi keuntungan totalnya tetap tidak berubah. Pembagian stock dividen akan menurunkan harga saham sehingga tidak memberikan manfaat ekonomis, kalau kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba tidak berubah, demikian juga dengan biaya modalnya.    
Bagaimanapun, harga saham akan dipengaruhi oleh kemampuan memperoleh laba  dan resiko perusahaan (yang tercermin dalam biaya modalnya). Kedua factor tersebut tidak bisadimanipulasi oleh manajer keuangan. Manajer keuangan tidak bisa menyebabkan pemegang saham menjadi lebih kaya hanya karena memutuskan untuk membagikan stock dividend. Umumnya perusahaan memutuskan untuk membagikan stock dividend, karena mereka memerlukan dana tersebut, dan tidak ingin mengecewakan pemegang saham.        

3.      Pemecahan Saham (Stock Split)           
Stock split adalah pemecahan nilai nominal saham ke dalam nilai nominal yang lebih kecil. Pemecahan saham lama ini menjadi beberapa saham baru, akan menyebabkan jumlah saham yang beredar bertambah. Tujuan stock split adalah untuk menempatkan harga pasar saham dalam trading range tertentu.           
Contoh:
PT Abadi menentukan stock split dari satu menjadi dua saham. Komposisi modal sendiri   
perusahaan adalah sebagai berikut: 
   
  ð  Saham biasa (nominal Rp 5000 ; 600 000 lembar)      = Rp 3.000 000       
  ð  Capital surplus                                                              = Rp 1.500 000   
  ð  Laba ditahan                                                                 = Rp 7.500 000    
  ð  Modal sendiri                                                               = Rp12.000 000   

Setelah stock split, komposisi modal sendiri menjadi:            
  ð  Saham biasa (nominal Rp 2500 ; 1 200 000 lembar)    = Rp 3.000 000    
  ð  Capital surplus                                                               = Rp 1.500 000   
  ð  Laba ditahan                                                                  = Rp 7 500 000
  ð  Modal sendiri                                                                = Rp12.000 juta  

Setelah stock split, nilai nominal saham menjadi ½ X Rp 5 000 = Rp 2500 per lembar. Investor yang semula memiliki 100 lembar saham setelah stock split jumlah saha, yang dimilikinya menjadi 2 X 100 lembar = 200 lembar, meskipun total nilainya tidak mengalami perubahan. Kekayaan investor tidak berubah, sehingga tidak ada keuntungan ekonomis yang diperolehnya dari stock split.

Jadi ada persamaan antara Stock Devidend dan Stock Split, yaitu:  
      1.      Tidak ada pendistribusian kas dalam kedua bentuk itu.     
      2.      Mengakibatan jumlah lembar saham yang beredar meningkat.      
      3.      Total modal sendiri (net worth) tidak berubah, tetapi hanya          
      4.      komposisinya saja yang berubah.

4.      Pembelian Kembali Saham (Repurchase Of Stock)     
Sebagai akternatif pemberian deviden berupa uang tunai, perusahaan dapat mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham dengan cara membeli kembali saham perusahaan (repurchasing stock). Saham yang dibeli kembali itu akan dibukukan sebagai perkiraan Treasury Stock. Dengan dibelinya kembali sebagian saham, maka jumlah saham yang beredar akan berkurang, bila diasumsikan pembelian kembali saham ini tidak memberi pengaruh negative terhadap keuntungan perusahaan, maka EPS akan meningkat, yang akan, meningkatkan harga pasar saham. Kenaikan harga pasar saham itu akan memberikan capital gains sebagai ganti deviden kepada para pemegang sahamnya.

Contoh:
PT Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur yang memproduksi produk-produk perlengkapan busana wanita dan pria. Pada tahun 2005 memperoleh laba sebesar Rp 550 juta dan 50% dari jumlah tersebut akan dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk pembelian kembali saham.
Jumlah saham yang beredar saat ini adalah sebanyak 1.100.000 lembar dengan harga pasar sebesar Rp 2.500,- per lembar saham. Manajer keuangan saat ini menawarkan kepada mereka yang mau menjual kembali saham biasa yang dimilikinya seharga Rp 2.750,- jadi seolaholah menawarkan cash dividend Rp 250 per lembar saham. Berdasarkan data tersebut.

carilah:
a. laba per saham dan PER sebelum kebijakan pembelian kembali saham 
b. laba per saham setelah kebijakan pembelian kembali saham          
c. harga saham setelah kebijakan pembelian kembali saham dengan asumsi PER konstan.

Jawab:
  ð  EAT = 550 juta Payout Ratio 50%
  ð  Outstanding share = 1,1 juta
  ð  P saham = Rp 2500 / lembar  
  ð  P treasury stock = Rp 2750 / lembar  
a.       Sebelum kebijakan pembelian saham:        
EPS = Rp.550,- juta / 1,1 juta = Rp 500 /lembar       
PER = 2500 / 500 = 5 EPS
b.      Setelah kebijakan pembalian kembali saham:        
EAT untuk treasury stock = ½ x Rp.550,- juta = Rp.275,- juta                    
Jumlah saham yang dapat ditarik kembali = 275 juta / 2750 = 100 000 lembar        
EPS = Rp.550,- juta / 1 juta = Rp 550,- / lembar       
c.       P saham    = PER x EPS =   
           = 5 x Rp 550,- = Rp 2.750,-









BAB II
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kebijakan dividen adalah kebijakan pembagian pendapatan yang harus diikuti dalam membuat keputusan dividen (dibagikan/ditahan).
Kebijakan dividen merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh manajemen dalam mengelola perusahaan. Hal ini karena kebijakan dividen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap banyak pihak, baik perusahaan yang dikelola itu sendiri, maupun pihak lain seperti pemegang saham dan kreditur.

B.     SARAN

Dalam mempelajari materi dividen ini penyusun menyarankan selain menguasai pengertian, konsep, kebijakan, pendekatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi dividen, perlu juga memperingatikan dua aspek berikut ini.
Pembagian dividen oleh manajemen harus didasari dengan pertimbangan yang seksama, yaitu dengan memperhatikan sekurang-kurangnya aspek keuangan dan aspek hukum. Aspek keuangan wajib diperhatikan karena pembagian dividen tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor keuangan yang antara lain mencakup kemampuan keuangan perusahaan, proyeksi usaha perusahaan dan harapan pemegang saham secara ekonomi untuk mendapatkan tingkat pengembalian dari investasi mereka. Aspek hukum wajib diperhatikan karena pembagian dividen harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. Meskipun tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.








DAFTAR PUSTAKA







2 komentar: